Sabtu, 09 April 2016

Teruntuk Shuci Shoraya

Ci,
Aku tau kau masih rindu masa lalu
Ya, masa lalu memang bukan hal yg harus dilupakan

Tapi kau jadikan pelajaran

Seindah apapun, seburuk apapun masa lalumu. Siang akan tetap berganti malam. Begitupun pagi yg datang dengan sejuknya lalu seketika panas.

Begitupun dengan hidupmu tak ada yg abadi

Tapi kau punya 24 jam untuk menjadi lebih baik dan terus lebih baik lagi.

Kenapa aku ada disini? Karena aku mau jadi alasanmu utk lebih baik

Aku tau utk membuatmu lebih baik tak harus dgn memilikimu, aku sadar sejak semalam.

Bagaimanapun itu, aku mau membuktikan bahwa setia itu ada meskipun tak memiliki.

Soal memiliki soal yg diatas karena kalau soal dirimu saja percuma, akan pergi pula seperti yg lalu.

Lebih baik memperbaiki dan mengharap ridhonya utkmu nanti.

Yg terpenting apapun itu, aku ttp ada disini ttp seperti apa adanya aku. Canda tawa bahagia apapun itu akan selalu ada tak peduli bagaimana nanti, aku ada disini.

Bandung, 9 April 2016 16:26

—Fulan, Ilmu Sejarah Unpad 2015

Sabtu, 12 Maret 2016

Salahku

Kukira kau baik,
nyatanya memang baik,
baikmu,
pada semua orang.

Kukira kau peduli,
nyatanya memang peduli,
pedulimu,
pada semua orang.

Aku merindukan pelangi,
kukira kaupun begitu.
Nyatanya,
kau hanya merindu pada hujan.

Salahku,
aku terus mengejar kau yang berlari.

Salahku,
aku terus merindu pada fajar,
sementara kau,
selalu merindu pada malam.

Sejak hari ini ku tahu,
bahwa kau dan aku tidak pernah sepaham,
dan semua memang salahku.

Kamis, 10 Maret 2016

Kau, jangan sepertiku.

Kau pernah kurangkai sebagai pelangi,
pernah juga sebagai mentari,
atau bahkan hanya sebagai sapaan pagi.

Aku paham,
mungkin kau takkan kembali,
walau hanya sekali.

Jika kusebut dunia ini tak adil,
tentunya aku salah besar.
Karena kutahu,
kau pernah menjadi sepertiku jauh sebelum hari ini.

Aku paham betul bagaimana dunia ini berputar,
dulu mungkin ku acuh,
sekarang malah kau yang angkuh.

Entah harus berapa lama aku menanti,
entah harus sejauh apa aku berlayar,
entah seluas apa lautan yang harus aku arungi.

Dunia akan terasa kejam jika di dalamnya hanya ada penyesalan.

Aku tahu, mungkin kau tak seperti dahulu.
Aku pun paham, bagaimana tingkah lakumu sekarang.
Dan aku mengerti mengapa kau menjadi seperti ini.

Aku selalu disini,
menantimu kembali.

Ah, betapa bodohnya aku.

Kau bahkan tak peduli,
walau seluruh tubuhku dipenuhi duri.

Berbahagialah kau disana,
nikmati duniamu.
Jangan seperti aku,
yang selalu ingin memeluk bulan,
walau entah akan terjadi kapan.

Minggu, 17 Mei 2015

Baper.

Pernah gak sih lu kayak yang 'udahlah, diem aja, gak usah diungkapin' cuma karena lu takut, setelah pacaran, kalian bakal jauh.

Sesimple 'takut jauh' bikin lu tiap hari bingung harus apa, dan akhirnya lu mikir, 'yaudah lah, tanpa dia tau perasaan gue ini mungkin jauh lebih baik, lebih asik; kayak sekarang'.

Dan lu pengen banget dia tau gimana perasaan lu. Lu capek, semua curhatan tentang cewek lain dia ceritain ke lu. Sakit gak? Sakit sih, tapi daripada jauh?

Ngerasain punya perasaan yang dipendam tuh gak enak banget, kayak lu mau pup tapi semua wc kotor; gak nyaman.

Tapi, satu kebahagiaan yang belum pernah lu dapetin dari memendam ini adalah lu bisa liat dia bahagia sama cewek manapun tanpa dia ragu cerita apapun ke lu.

This is what I call the "friendship".

Cewek mah gitu orangnya, sahabatan aja baper.

Selasa, 30 September 2014

U

Ketika semua orang fokus pada dunianya akupun fokus pada duniaku, dimana yang didalamnya hanya ada kamu, kamu, kamu, dan kamu.

Entah harus sebanyak apa dan sesering apa aku menyebut namamu dalam doaku. Entah mengapa aku menjadi orang yang terlihat bodoh dihadapan teman-temanku dan orang banyak padahal tidak seperti itu nyatanya.

Kamu begitu lugu dan mudah dirangkai apabila hanya sedang bersamaku, namun kamu begitu angkuh dan seakan-akan tak peduli apabila dihadapan orang banyak. Entah apa yang ada diotakmu sehingga kamu bisa berubah-ubah seperti itu.

Entah karena duniaku, duniamu atau hal-hal yang tak pernah ku duga.

Aku selalu merindukan hadirmu disini, dimana kita selalu bersama dalam kebahagiaan. Aku tahu, kamu bukanlah sosok yang mudah ditebak, namun tak ada salahnya apabila aku selalu menerka-nerka apa yang ada diotakmu selama ini.

Kamu selalu bisa memposisikan apa adanya dirimu, kamu selalu membuatku bahagia dengan caramu, kamu selalu memberikan hal-hal tersirat untukku, kamu selalu tahu bagaimana membuatku nyaman denganmu. Hanya aku dan kamu yang dapat merasakannya. Maka dari itu, aku tak pernah peduli dengan apa omongan oranglain yang selalu ingin membuatku memikirkan yang bukan-bukan.

Aku begitu bahagia bisa mendapatkanmu dan menjadikanmu satu-satunya yang kupunya. Walaupun banyak orang diluar sana yang mengganggapku tak pantas untuk disampingmu, namun aku percaya, semua yang kau lakukan bukanlah semata-mata untuk kebahagiaanmu, tapi, untuk kebahagiaanku juga.

For ma future.

Selasa, 25 Maret 2014

Kehilangan

Kehilangan, bicara tentang kehilangan, siapa sih di dunia ini yang gak takut sama yang namanya “kehilangan”? Gue rasa, bukan gue doang yang takut kehilangan, tapi, kayaknya semua makhluk dimuka bumi ini takut sama satu kata itu, bukan takut sama katanya, tapi takut sama kejadian si kata itu.
Entah apa yang dirasa saat ketakutan itu datang secara tiba-tiba, entah apa yang bakal dilakuin saat ketakutan itu benar-benar datang, dan entah apa pula yang akan terjadi selanjutnya saat ketakutan itu telah berlalu. Semua ada ditangan Allah, semua rahasia Allah, gak ada satu orangpun yang tau kapan ketakutan itu datang. Ya, benar, semua adalah rahasia sang pencipta.
Siapa sih yang mau kehilangan? Apalagi kehilangan orang-orang yang kita cintai. Iya, bukan? Kadang kala, gue sendiri ngerasa betapa gak enaknya didatangin kehilangan itu, betapa sedihnya didatangin kehilangan itu. Siapa yang tau kehilangan itu bakal terjadi kapan, dimana, lagi ngapain, sama siapa dan apapun itu? Gak akan ada yang tau.
Pernah sekali gue didatangin sama ketakutan yang amat-sangat gue takutin, ya rasanya emang gak karuan. Tapi, gue mikir, mungkin ini salah gue, mungkin ini karena faktor dia, mungkin ini karena orang ketiga, mungkin ini karena, mungkin ini karena, mungkin ini karena dan mungkin, mungkin, mungkin. Gue gak tau pasti, tapi yang jelas saat kehilangan itu datang rasanya keren abis! Gak ada yang bisa nandingin, suer.
Gue rasa kehilangan itu satu hal yang gue benci didunia ini. Kenapa? Karena gue mikir, kenapa harus ada pertemuan kalau harus ada perpisahan? Kenapa harus ada mendapatkan kalau harus ada melepaskan? Kenapa harus ada perjuangan kalau harus ada sia-sia? Tapi, gue belajar tentang kehilangan, dari surah Al-Baqarah: 216. “... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”, dan quotes “Jika ia yang kamu cinta lebih bahagia tanpa adanya dirimu, apakah kamu mau meninggalkannya? Susah memang, namun bukan berarti tak bisa. Toh, esensi meninggalkan dan ditinggalkan adalah ‘berbahagia tanpa’, bukan ‘bersedih dengan’.”
Kadang kala, rasa takut akan kehilangan itu selalu ada di dekat gue. Entah takut kehilangan teman, sahabat, keluarga, orang-orang terdekat, dsb. To be honest, gue sekarang lagi dihantui dengan rasa takut itu. Entah kenapa dan karena siapa. And, finally, gue mikir semua yang Allah kasih ke gue itu cuma titipan, cuma titipan, gak kurang dan gak lebih. Boleh jadi gue sekarang bisa memiliki, tapi siapa yang tau kapan bakal kehilangan? Kalau kata doi sih, back to basic and let it flow aja. Semua pasti ada jalannya, kok. Jadi, tenang aja. Tapi, kasih bumbu juga dengan terus berdo’a dan terus berusaha.

Senin, 28 Oktober 2013

love you, mapa!

             Kebahagiaan akan terasa lebih lengkap apabila kita dikelilingi oleh orang-orang yang kita cintai. Berbicara tentang cinta, ada beberapa orang yang tentunya tidak diragukan lagi ketulusan cintanya dan tidak akan pernah melepaskan cinta mereka untuk kita. Yaitu keluarga, terutama ‘Orangtua’. Keberhasilan dan perjuangan yang kita capai hari ini tidak terlepas dari cinta, kasih sayang, dukungan serta bimbingan dari orangtua. Bahagiaku surga mereka dan deritaku pilu mereka.
                Aku berdiri mengenakan toga ini disebuah jalan setapak yang gelap. Pandanganku tertuju pada dua orang yang sangat aku hargai, dua orang yang sangat aku hormati, aku cintai dan aku sayangi. Iya, mereka papa dan mamaku.
                Dengan disertai senyuman, aku berjalan menghampiri mereka. Seiring dengan langkah terlintas dibenakku atas apa yang mereka lakukan terhadap hidupku selama ini. Mama yang telah mengandungku selama sembilan bulan, mama yang sudah memperjuangkan hidup dan matinya hingga aku hadir di dunia ini, mama juga yang telah merawatku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Papa yang telah bekerja banting tulang, ikhlas mengeluarkan keringatnya agar aku dapat menikmati hidup, detik demi detik hari demi hari bahkan tahun demi tahun.
                Apakah yang dapat aku lakukan untuk membalas mereka? Sering aku tutup kuping gak mau dengerin nasehat mereka, sering banget aku bohong kepada mereka untuk kepuasanku, sering aku melawan jika marah karena kenakalanku, sering juga aku banting pintu dihadapan mereka jika mereka tidak mengabulkan permintaanku. Dan bahkan sering aku mengeluarkan kata-kata kasar yang gak pantas mereka dengar dari bibirku, dasar cerewet, kuno, kolot, tapi apakah mereka memendam rasa dendam terhadapku? Tidak! Tidak sama sekali! Mereka dapat tulus memaafkan kekhilafanku, mereka tetap menyayangiku dalam setiap hembusan nafas mereka. Bahkan mereka tetap menyebut namaku dalam setiap doa-doa mereka hingga aku menjadi seperti sekarang ini. Ya Tuhan, betapa durhakanya aku. Tak sadarkah aku bahwa mereka orang yang sangat berarti dalam hidupku.
                Langkah-langkahku terhenti dihadapan mereka dan ku pandangi papa dan mamaku inci demi inci. Badan yang dulu tegak, kekar, kini mulai membungkuk. Rambut yang dulu hitam kini mulai memutih, dan kulit mereka yang dulu kencang kini mulai berkeriput. Ku tatap mereka yang berbinar-binar dan mulai meneteskan air mata bahagia, air mata haru, air mata bangga melihatku memakai toga ini. Ku cium tangan mereka, ku peluk mereka sambil berkata ‘Papa, mama yang aku berikan selama ini tidak akan cukup membalas semua yang telah papa dan mama yang berikan selama ini kepadaku. Terimakasih Pa... Terimakasih Ma... Aku sayang papa dan mama sampai akhir hayatku’.

re-post; voice note
puisi mama dan papa